Sekali waktu, keresahan melanda kaum buruh pabrik gula dampak kesewang-wenangan gugusan tuan-tuan pabrik. Seorang ningrat Jogja segera bertindak. Pada 20 Agustus 1920, ia gerakkan perkumpulan buruh pabrik gula dalam P.F.B. (Personeel Fabrieks Bond) buat melakukan tindakan mogok kerja. Di selatan Yogyakarta, tepatnya pabrik gula Madu Kismo, gerakan mogok massal dilancarkan. Aksi meluas ke beberapa daerah Hindia Belanda. Koran De Express segera mengangkat berita ini & memberi julukan dalam pelaku penggeraknya menjadi ?De stakings Koning?, si raja Mogok.
Nama aslinya Raden Mas Soerjopranoto dengan nama kecil Iskandar. Ia memang tidak setenar adiknya, Ki Hajar Dewantara. Akan tetapi, perjuangannya tidak kalah dengan sang adik. Masa kecil dan remajanya dihabiskan dengan sekolah. Ia masuk Europeesche Lagere School (ELS), lalu mengambil Klein Ambtenaren Cursus [Kursus Pegawai Rendah], setingkat dengan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs [MULO] dan berikutnya masuk ke Middelbare Landbouw School [MLS], Sekolah Pertanian di Buitenzorg [Bogor].
Di sanalah kemudian Soerjopranoto bertemu dengan tokohtokoh pergerakan. Pada 1908, ia pernah berembuk dengan para pelajar STOVIA di Batavia untuk membuat perhimpunan, tetapi gagal. Ajan tetapi, langkahnya tidak terhenti begitu saja. Saat ia memutuskan keluar dari dinas pertanian kolonial di Temanggung, ia segera bergabung dengan Boedi Oetomo, sebagai sekretaris cabang Yogyakarta. Soerjopranoto semakin bersemangat. Pada 1911, Soerjopranoto masuk Sarekat Islam dan segera menjadi orang penting. Soerjopranoto menjadi orang kedua dalam partai dan segera terlibat dengan gerakan buruh milik SI. Ia menjadi berani dengan gerakan pemogokan buruh sejak P.F.B. [Personeel Fabrieks Bond].
Pada 12 Februari 1912, ia terlibat dalam pendirian asuransi jiwa O.L.Mij [Onderlonge Levensverzekering Maatschappij] Bumi Putera yang diperuntukkan bagi kaum pribumi. Setelah itu bahkan Soerjopranoto menggagas sendirian Arbeids leger [barisan kerja] Adhi Dharma untuk membantu ekonomi kaum pribumi termasuk mendirikan sekolah rakyat pribumi. Soerjopranoto terus bergerak melawan ketidakadilan pemerintah kolonial hingga tiga kali masuk penjara, pertama di penjara Malang pada 1923 selama 3 bulan, kedua di Semarang pada 1926 selama 6 bulan, dan ketiga di Sukamiskin Bandung pada 1933 selama 16 bulan.
Soerjopranoto nir pernah berhenti meski berkali-kali keluar masuk penjara. Pemerintah kolonial segera membujuknya. Ia ditawari sebagai anggota Volksraad, namun ditolaknya dan lebih menentukan berada di jalan-jalan buat menggerakkan aksi mogok, pada tengah-tengah warga pribumi.
Sejak Jepang masuk, Soerjopranoto menjadi pengajar di Taman Siswa milik adiknya, meski juga masuk dalam keanggotaan Cuo Sangi In [dewan pertimbangan]. Selepas kemerdekaan, Soerjopranoto lebih menentukan buat mengurangi kegiatan politiknya menggunakan tetap mengajar pada Taman Siswa. Hingga dalam 15 Oktober 1959 tengah malam, dia mati global dalam usia 88 tahun. Jenazahnya segera dibawa pulang ke Yogyakarta & dikebumikan di makam keluarga ?Rachmat Jati? Di Kota Gede. Satu bulan berikutnya, presiden Soekarno memberi gelar pahlawan kemerdekaan Indonesia pada tokoh yang dijuluki orang Belanda menjadi ?De Javaanse Edelman met een ontembare wil? Ini. Seorang bangsawan Jawa menggunakan tekad yang tidak terjinakkan.