Ia seorang kopral yang pemberani. Sehari sebelum menuju tiang gantungan, kepada ibundanya, ia menulis “…hukuman yang akan diterima oleh Ananda adalah hukuman digantung sampai mati, di sini Ananda harap kepada Ibunda supaya bersabar karena setiap kematian manusia yang menentukan ialah Tuhan Yang Maha Kuasa dan setiap manusia yang ada di dalam dunia ini tetap akan kembali kepada Illahi…Mohon Ibunda ampunilah segala dosa-dosa dan kesalahankesalahan Ananda selama ini…Ananda tutup surat ini dengan ucapan terima kasih dan selamat tinggal untuk selama-lamanya, amin… Jangan dibalas lagi”. Harun menjadi pahlawan Dwikora yang mati muda demi tugas negara.
Ia terlahir dengan nama Tohir, anak ketiga berdasarkan pasangan Mandar dan Aswiyani. Keluarganya adalah keluarga sederhana. Tohir harus sebagai pelayan kapal dagang saat sekolah menengah pertamanya. Karena itu juga, dia mengenal dan hafal daerah daratan Singapura sebab acapkali kali beliau berhari-hari lamanya berada di Pelabuhan Singapura. Lantaran pengalaman dalam pelayaran itu, selesainya dewasa, beliau masuk Angkatan Laut Indonesia.
Pada Juni 1964, beliau ditugaskan dalam Tim Brahma I pada Basis II Operasi A KOTI. Ia bergabung pada Dwikora menggunakan pangkat Prajurit KKO II [Prako II]. Sebelumnya, beliau menerima gemblengan selama 5 bulan di Riau daratan dan pangkatnya segera naik menjadi Kopral KKO I [Kopko I]. Selesai mendapatkan gemblengan di Riau daratan, ia segera dikirim ke Pulau Sambu hingga beberapa usang pada kesatuan A KOTI Basis X, tugasnya adalah infiltrasi ke Singapura. Ia sendiri telah mengunjungi Singapura beberapa kali, menyamar menjadi pelayan dapur menggunakan kapal dagang yg tak jarang mampir ke Pulau Sambu buat mengisi bahan bakar. Wajahnya yg mirip Cina sangat menguntungkan dalam penyamaran. Ia jua mempunyai kemampuan Bahasa Inggris, Cina, & Belanda yang lancar sampai sangat membantu pada kebebasannya bergerak & bergaul di tengah rakyat Singapura.
Dalam penyusupan di basis X, Tohir mendapat tugas berat, salah satunya demolision: sabotase objek vital militer atau ekonomi musuh. Tugas berat ini diembannya bersama 3 prajurit KKO lain. Rencana sabotase segera dilaksanakan. 8 Maret 1965 tengah malam buta, saat air laut tenang, Tohir bersama dua rekannya [Usman dan Gani] masuk Singapura. Tohir segera berganti nama Harun bin Said. Mereka mengamati tempat-tempat penting yang akan dijadikan objek sasaran. Mereka berunding dan sekali lagi melakukan pengamatan detail. Lalu kesepakatan dicapai. Data sabotase telah jelas: Hotel Mac Donald di Orchad Road, sebuah pusat keramaian di kota Singapura. Sasaran ini akan diledakkan. Siang hari mereka bergerak di antara kerumunan orang memasuki hotel, menuju basemen lalu menjelang petang memasang bom seberat 12, 5 kg. Pengatur waktu segera dinyalakan.
Pada 10 Maret 1965, jam telah mendekati waktu subuh, sempurna dalam jam 03 lebih 7 mnt, bom meledak. Di saat orang-orang masih poly yg terlelap tidur, hotel Mac Donald hancur berantakan. Singapura segera sebagai gempar luar biasa. Semua aparat keamanan Singapura dikerahkan buat mencari pelaku dan Harun bersama 3 temannya segera melarikan diri. Mereka mencoba berpisah sementara, tapi Harun menentukan bersama Usman. Berdua mereka segera menuju pelabuhan.
Pada 13 Maret 1965, Harun beserta Usman mengambil sebuah motorboat & segera menuju ke Pulau Sambu, pangkalan primer pasukan basis X. Namun, sebelum hingga ke perbatasan perairan Singapura, motorboat macet pada tengah bahari. Mereka nir bisa lagi menghindar dari patroli petugas Singapura. Pada jam 09.00 pagi, mereka tertangkap dan di bawa kembali ke Singapura sebagai tawanan.
Harun segera merasakan pengapnya penjara Singapura selama hampir tujuh bulan. Pada 4 Oktober 1965, sidang Pengadilan Mahkamah Tinggi [High Court] Singapura segera digelar dan Harun segera dikenai tuduhan berat, pembunuhan terencana dalam sebuah aksi sabotase. Harun segera membela diri dengan menyatakan itu sebagai tugas negara dalam keadaan perang dan meminta dirinya diperlakukan seperti tawanan perang [POW/prisoner of war]. Hakim segera menolaknya. Dua minggu kemudian, putusan pengadilan dijatuhkan, Harun bersalah dan divonis mati.
Diplomasi segera ditempuh. Banding segera diajukan, tetapi ditolak dalam lima Oktober 1966. Pada 17 Februari 1967, masalah ini dibawa ke Privy Council pada London, tapi pulang ditolak. Pemerintah Indonesia juga sudah mengirim delegasi spesifik, dari menlu Adam Malik hingga Brigjen Tjokropanolo, buat menyelamatkan patriot negara itu. Akan tetapi, Singapura permanen tidak bergeming. Hukuman meninggal akan dilaksanakan dalam 17 Oktober 1968, sempurna jam enam pagi.
Di hari kematiannya, Harun bangun jam 5 pagi, segera sholat subuh dan keluar dari penjara. Ia dibius, urat nadinya dipotong dan segera dibawa ke tiang gantungan. Tepat jam enam pagi, Harun mati global pada usia 21 tahun. Jenazahnya pribadi dibawa pulang ke tanah air. Pada 18 Oktober 1968, menggunakan upacara militer, jenazahnya dimakamkan pada taman makam pahlawan Kalibata Jakarta. Pemerintah segera menaikkan pangkatnya secara anumerta menjadi kopral. Tepat pada hari kematiannya, pemerintah Indonesia segera memberi gelar Pahlawan Nasional pada Tohir alias Harun karena pengabdiannya yg begitu akbar terhadap negara Indonesia.
Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Nasional Oleh Kuncoro Hadi & Sustianingsih